Swiss #TGOB

 

“Orang Swiss pertama yang saya temui membuat saya kesal karena sepertinya mereka sanagt tidak peduli terhadap orang lain. Saya tahu apa yang ada dalam benak anda.” – Eric Weiner

Namun satu hal yang harus dikagumi dari orang Swiss, mereka sangaaatt tepat waktu. Masyarakat Swiss juga kaya dan nyaris tidak ada pengangguran. Eric mendapatkan informasi dari Susan, seorang penulis dari New York. Sifat Susan yang terbuka sering berbenturan dengan sifat orang Swiss yang pendiam. Susan mengeluh dengan mengatakan orang Swiss “sembelit secara kultural” dan “kikir informasi”. Meskipun informasi itu sangat penting, misalnya “kereta Anda berangkat sekarang” atau “pakaian Anda terbakar”, orang Swiss tak akan mengucapkan sepatah kata pun. Mengatakannya akan dianggap menghina, karena hal itu mengasumsikan kebodohan di pihak orang lain.

Tinggal di Jenewa membuat Susan merasakan perbedaan unik. Dia mencintai aspek kehidupan di sini, keprihatinan terhadap kepentingan masyarakat, misalnya. Anda naik bus, dan di sana ada remaja laki-laki dengan gaya rambut a la Mohawk dan sepatu bot perang, kelihatan seperti pembuat onar, yang dengan sopan memberikan kursinya kepada seorang wanita yang lebih tua. “Di New York, tak seorang pun akan bergeming,” kata Susan, kagum.

Orang Swiss sangat menjaga kebersihan, dan mereka bangga akan toilet umum mereka yang dikenal sangat bersih. Di beberapa negara, minum air dari keran sama saja bunuh diri. Namun di Swiss, minum air dari keran adalah gaya. Zurich bahkan membanggakan kualitas air kerannya pada turis. Tidak ada lubang di jalanan Swiss. Semuanya berfungsi.  Yang begitu menarik adalah citra Swiss sebagai negara yang makmur, bersih, dan masyarakatnya teratur sehingga beberapa negara lain mencitrakan diri mereka sebagai Swiss di suatu daerah tertentu. Singapura sebagai Swiss Asia, Kosta Rika sebagai Swiss Amerika Tengah.

Hal yang membuat masyarakat Swiss merasa bahagia adalah rasa iri. Maksudnya, masyarakat Swiss sangat menjaga untuk tidak menimbulkan rasa iri.  Secara naluriah, mereka tahu bahwa rasa iri adalah musuh terbesar kebahagiaan, dan mereka melakukan segalanya untuk menghancurkan rasa iri. Dieter, seorang Swiss, berkata “Sikap kami adalah tidak menyorotkan lampu sorot terlalu terang pada diri Anda sendiri agar tidak kepanasan”.

Orang Swiss benci berbicara soal uang. Mereka lebih suka membicarakan kutil di kelamin mereka daripada mengungkapkan berapa penghasilan mereka. Cara Amerika adalah: Anda punya, pamerkan. Cara Swiss adalah: Anda punya, sembunyikan. Menurut Dieter, orang swiss tidak memamerkan uangnya karena memang tidak perlu. Setiap orang tahu dia kaya, karena orang Swiss tahu semua tentang tetangga mereka. Ketika seseorang sibuk memamerkan kekayaannya, orang-orang malah akan beranggapan bahwa orang tersebut sedang mengalami masalah finansial.  Dan yang unik adalah, orang Swiss menganggap bahwa menjadi “orang kaya baru” merupakan sesuatu yang mengerikan.

Orang Swiss tidak pernah mengungkapkan sesuatu sebagai mengagumkan atau super, tetapi hanya c’est pas mal, lumayan. Gambarkan sesuatu sebagai mengagumkan, dan hal itu tidak lagi mengagumkan. Orang Swiss menyukai peraturan, sama seperti orang Belanda menyukai prostitusi dan mariyuana. Di banyak bagian Swiss, anda tidak boleh memotong rumput halaman atau mengibaskan karpet pada hari Minggu. Anda tidak boleh menggantung cucian anda di balkon pada hari apa saja. Anda tidak boleh menyiram toilet setelah jam 10 malam. Bahkan ketika anda menyimpan mobil anda yang kotor di garasi, keesokan paginya akan ada seseorang yang menempelkan catatan kecil di mobil anda, “Harap cuci mobil anda.” *weeww!*

Namun di sisi lain, orang Swiss sangat membumi dan memiliki sifat kedaerahan, tidak peduli seberapa kosmopolitannya mereka. Mereka tidak pernah kehilangan rasa cintanya akan pedesaan. Pemerintah membuat peraturan perlindungan terhadap pegunungan Alpen, yang langsung disambut dengan gembira oleh masyarakat guna melindungi Alpen mereka tercinta.

Eric akhirnya bertemu dengan Jalil, seorang Swiss muda yang merupakan anggota band.

“Mengapa orang Swiss begitu bahagia?” tanya Eric.

“Karena kami tahu kami selalu dapat bunuh diri,” Jalil berkata sambil tertawa, tetapi dia tidak bercanda.

Swiss mempunyai undang-undang euthanasia paling liberal di dunia. Orang melakukan perjalanan dari segala penjuru Eropa untuk mati di sini. Memang sedikit aneh, menyiram toilet di atas jam 10 malam adalah hal ilegal, tetapi bunuh diri adalah hal yang legal. Orang Swiss juga dikenal sangat memegang kepercayaan. Kita dapat memesan kamar hotel tanpa memberi nomor kartu kredit. Kita dapat memompa bensin tanpa perlu membayar terlebih dahulu.

Orang Swiss juga dikenal sangat demokratis. Mereka sangat memegang teguh sistem pemungutan suara. Dalam setahun, mereka bisa memberikan suaranya sebanyak 6 kali. Pada masa lalu, sebelum tahun 1971 perempuan tidak memiliki hak pilih, baru pada tahun 1991 di beberapa canton (negara bagian) perempuan baru boleh memilih.

Itulah beberapa hal menarik yang saya dapat dari BAB Swiss. Satu nilai penting yang saya dapatkan, bahwa orang Swiss sangat tidak perhatian pada masyarakat sekitar namun juga bisa sangat perhatian.

Siap menerapkan beberapa nilai kebaikan yang didapat di Swiss? Apa Indonesia juga bisa mendapatkan kebaikan yang sama? Hehehehe…

 

Salam!

 

(Gambar didapat dari  Google)

Belanda #TGOB

Image

Berikut rangkaian review saya mengenai buku The Geography of Bliss dari Eric Weiner. Buku ini memang membahas perjalanan Eric dalam mencari negara paling membahagiakan. Yang akan saya cantumkan di sini bukan hanya mengenai fakta unik dari negara tersebut, namun juga bahasan mengenai kebahagiaan. Yang pertama akan kita bahas yaitu negeri Belanda. Yippiee! Tahukah kamu, bahwa negeri Belanda memiliki fakta-fakta unik mengenai masyarakatnya!

Di Belanda, usaha yang sangat populer yaitu kafe dan pornografi.

Menurut Eric Weiner, bahasa Belanda terdengar seperti bahasa Inggris yang dibaca terbalik.

Hal ini sebetulnya lebih mengenai perihal kebahagiaan. Eric mengatakan bahwa kita, sebagai orang Amerika, menunjukkan kebahagiaan kita dan, meskipun terdapat perbedaan, merasa bersalah karena membesar-besarkan kesengangan hanya untuk membuat terkesan. Berikut adalah yang dikatakan seorang warga negara Polandia yang tinggal di Amerika Serikat kepada penulis Laura Klos Sokol tentang orang Amerika: “Apabila orang Amerika mengatakan hebat, saya tahu tu adalah bagus. Jika mereka mengatakan bagus, saya tahu itu lumayan. Apabila mereka mengatakan lumayan, saya tahu itu jelek.”

Orang Belanda menoleransi apa saja, bahkan ketidak toleransian. Seperti apakah wujud toleransi Belanda dalam kehidupan sehari-hari? Ada tiga hal langsung yang terlintas di pikiran: narkoba, prostitusi, dan bersepeda. Di Belanda, ketiga hal ini bersifat legal. Hal tersebut bisa mendatangkan kebahagiaan, dengan syarat dilakukan tindakan pencegahan tertentu. Memakai helm ketika bersepeda, misalnya. Masyarakat Belanda memang menoleransi segala macam kebebasan. Namun Eric merasa bahwa toleransi bisa dengan mudah bergeser menjadi ketidakpedulian.

Itulah review singkat mengenai BAB Belanda dalam buku The Geography of Bliss. Sebetulnya banyak sekali fakta-fakta mengenai kebahagiaan yang dikutip dari berbagai tokoh, mulai dari nasionalis sampai tokoh psikologi. Untuk lebih jelasnya, silahkan baca bukunya sendiri! Hehehe..

Salam!

(Gambar diambil dari Google)

Mari kita review buku lagi!

Image

Beberapa hari yang lalu, saya memanfaatkan uang jajan (yang seharusnya bisa ditabung, tapi malah saya belanjakan) dengan membeli beberapa buku. Salah satu buku tersebut adalah The Geography of Bliss yang ditulis oleh Eric Weiner, seorang koresponden untuk National Public Radio (NPR). Saya merupakan penggemar buku berjenis travelogue. Menurut saya buku jenis inilah yang disebut sebagai jendela dunia yang sebenarnya. Buku ini menceritakan perjalanan Eric ke berbagai negara hanya untuk mencari negara manakah yang paling membahagiakan.

Sebetulnya misi tersebut sudah seringkali berdampak pelecehan dan tatapan merendahkan pada Eric Weiner. Namun dirinya yakin bahwa hal tersebut memang sesuatu yang penting dan perlu diketahui. Eric mati-matian ingin melihat dunia, terutama dengan dana dari pihak lain. Maka, di suatu hari yang panas dan lembap seperti biasanya di Miami, Eric mengemasi tasnya dan memulai perjalanannya.

Sampai sekarang, buku dengan tebal 512 halaman ini belum selesai saya baca. Saya baru sampai di BAB 3. Sejauh ini, di setiap BAB nya banyak menyajikan fakta-fakta menarik dari setiap negara, terutama dalam usaha mendapatkan kebahagiaan. Oleh karena itu, setiap BAB nya akan saya review secara terpisah dengan hashtag #TGOB. Tunggu saja ya! *smile*

(Gambar diambil dari Google)

Can’t Smile Without You

You know I can’t smile without you

I can’t smile without you

I can’t laugh and I can’t sing

I’m findin’ it hard to do anything

You see I feel sad when you’re sad

I feel glad when you’re glad

If you only knew what I’m goin’ through

I just can’t smile without you

You came along just like a song

And brightened my day

Who’da believed that you were part of a dream?

Now it all seems light years away

And now you know I can’t smile without you

I can’t smile without you

I can’t laugh and I can’t sing

I’m findin’ it hard to do anything

You see, I feel sad when you’re sad

I feel glad when you’re glad

If you only knew what I’m goin’ through

I just can’t smile without you

Now some people say happiness takes so very long to find

Well I’m finding it hard leavin’ your love behind me

And you see I can’t smile without you

I can’t smile without you

I can’t laugh and I can’t sing

I’m findin’ it hard to do anything

You see I feel glad when you’re glad

I feel sad when you’re sad

If you only knew what I’m goin’ through

I just can’t smile without you…

Source – kapanlagi.com